bicara tentang facebook gak ada matinya. semua orang demam facebook. facebook jadi bahan iklan, marketing, nyari dukungan, hingga bisa menentukan kebijakan. ajaib plus sedikit memilukan. mungkin sang pencetus facebook Mark Zuckerberg gak menyangka booming facebook seperti sekarang ini. gak gaul kalo gak punya facebook, apalagi setelah ditanamkan sofware yang bisa facebook an di HP semakin merajalela situs pertemanan ini.
awalnya facebook hanya ditujukan sebagai situs pertemanan bagi mahasiswa di universitas. kemudian mulai berkecambah dan akhirnya menjadi situs pertemanan yang berkembang luar biasa pesat mengalahkan friendster, myspace, mungkin bahkan twitter.
dari peruntukan awalnya sebenarnya sudah terlihat bahwa situs pertemanan ini lebih ditujukan pada individu yang sudah dinyatakan dewasa, itu teorinya, nyatanya banyak anak smp, sd bahkan tk sudah punya account facebook. trus siapa yang salah, ketika kemudian FB disalahgunakan untuk hal-hal negatif (tergantung melihatnya dari mana) ada yang menggunakan sebagai media iklan buat prostitusi, jualan badan, jualan macem-macem, hingga bisa menjadi tempat curahan hati, hujat-menghujat. terakhir muncul diberita 4 anak SD dikeluarkan gara-gara menulis comment di tembok nya FB.
ada beberapa analisis yang bisa dikemukakan. pertama ditinjau dari ranah pendidikan banyak hal bisa dikritisi, bagaimana metode mengajarnya apakah sudah benar dan mengasyikkan bagi si anak? jangan-jangan memang cara ngajar dan metodenya yang gak bener atau justru gurunya yang benar-benar menerapkan student center learning yang menempatkan murid sebagai subyek sekaligus obyek pembelajaran, sehingga murid senantiasa dan seharusnya diberi tugas rumah yang seabrek banyaknya. atau memang muridnya yang kebangetan, malas, mengeluh ketika diberi banyak tugas, karena biasanya semuanya sudah diberikan oleh orang tuanya, plus pengaruh turunnya moral dan budipekerti terhadap gurunya. kalau dulu guru selalu diposisikan sebagai orang yang dihormati, digugu lan ditiru, sekarang menjadi koran salah asuh orang tua dan sistem pendidikan kita yang mengutamakan hasil akhir dengan mengorbankan moral dan budi pekerti.
perlu kiranya untuk bercermin apakah sistem pendidikan kita yang lagi-lagi mengutamakan hasil akhir yang penting lulus telah mengorbankan moralitas, budi pekerti.
analisis lain bisa ditinjau dari ranah keluarga. secara sosiologis ada yang salah dengan ranah keluarga. peran keluarga menjadi tanda tanya besar ketika pendidikan yang semestinya masih menjadii tanggung jawab orang tua selain pendidikan formal. tekanan ekonomi dan sosial yang semaikin hebat memberipengaruh pada pola asuh orang tua terhadap anaknya. asumsinya mulai ada degradasi alokasi waktu untuk anak yang berakibat pada munculnya perilaku menyimpang. kondisi ini apabila terus dibiarkan akan mencetak generasi-generasi yang buruk moral, acuh dan cuek terhadap lingkungan yang akhirnya secara perlahan-lahan akan menghancurkan budaya dan cirikhas bangsa ini.
[Via http://glindingan.wordpress.com]
No comments:
Post a Comment